Jawijangkep merupakan pakaian adat Jawa Tengah yang dipakai oleh kaum laki-laki. Jawi ini berasal dari adat Keraton Kasunanan Surakarta. Baju adat Jawa ini sendiri memiliki 2 jenis, yaitu Jawi Jangkep dan Jawi Jangkep Padintenan (keseharian). Jawi Jangkep mengkhususkan penggunaan atasan hitam dan hanya boleh digunakan untuk acara formal.
1 MAOS TEKS DESKRIPSI BUSANA JAWI. bathik utawa lurik. Blangkon sejatiné wujud modhèrn lan praktis saka iket. Ing busana. uwes mulai ilang seka pikiran masyarakat. Blangkon seng uwes suwe dadi budaya warga jawa. iki, mulai kegiles karo topi-topi seng dadi trend ing kalangan muda-mudi. mondholan (trèpès).
blangkonjogjakarta Bagi orang Jawa, makna blangkon bukan sekedar sebagai penutup kepala. Blangkon memiliki filosofi, sekaligus merupakan simbol status bagi pemakainya. Asal Kata dan Makna Blangkon Istilah blangkon berasal dari kata 'blangko', dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang siap pakai.
TeksDeskripsi Keris Dalam Bahasa Jawa - Berbagai Teks Penting. pengertian artikel praktis,artikel ringan, artikel halaman opini, artikel analisis ahli dalam - Brainly.co.id. Budaya Jawa Blangkon Artikel Pasal Kabupaten Gunung Kidul, lain-lain, bermacam-macam, budaya png | PNGEgg.
Padazaman dahulu banyak pria Jawa yang berambut panjang sehingga banyak yang digelung ke belakang menyatu dengan ikat kepala sehingga pada blangkon Jogja ada mondolan atau tonjolan di belakang tempat gelungan rambut. Nama Nyutra berasal kata dasar sutra mendapatkan awalan N. Kata sutra dalam bahasa Kawi berarti 1) 'unggul', 2) lulungidan
Blangkonadalah tutup kepala yang terbuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Setiap daerah mempunyai jenis blangkon yang berbeda.
BlangkonSala, saka bahan bathik ora nganggo mondholan (trèpès). 2. Blangkon Yogya, nganggo mondholan. 3. Blangkon Kedhu. 4. Blangkon Banyumas. 5. Blangkon Sundha, saka bahan bathik, ora nganggo mondholan. Mondholan, iku wangun sing njendhol ing samburiné blangkon, makili modhèl rambut priya sing kerep dibundhel ing mburi.
Gaweawacana deskriptif kang topike pakaian adat jawa! - on study-assistant.com. id-jawaban.com. Akuntansi; B. Arab; B. Daerah; B. Indonesia pakaian adat jawa kanggo lanang biasane ana blangkon, beskap, tagen, jarik , selop lan jarik. B. Daerah. Cara bermain pecle menggunakan bahasa sunda B. Daerah 1 25.08.2016 14:53. Sakabehing
Blangkonadalah tutup kepala yang terbuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Setiap daerah mempunyai jenis blangkon yang berbeda. Blangkon Jogja dan Blangkon Surakarta/Solo mempunyai perbedaan pada bagian belakangnya,
Klego(SMKN 1 KLEGO) Tugas Bahasa Jawa Pawarta Omah Joglo Intro: DJ Domikado Cinematic: Memories. SMK N 1 KLEGO Tugas : Review Rumah Adat Jawa JOGLO Guru : Bapak Yudi dari Kelompok 2 Beranggotakan 5 orang : 1. Ananti Cesaria 2. Tutorial kali ini yaitu membuat miniatur rumah adat joglo dari kardus bekas.
padakumpulan crita cekak blangkon. serta relevansinya sebagai materi ajar pembelajaran berbicara bahasa jawa smp . skripsi . oleh: k4212074 . fakultas keguruan dan ilmu pendidikan . universitas sebelas maret . surakarta . juli 2016
OiIm. Blangkon Surakarta Surakarta yang biasa di sapaan ii kabupaten solo ialah kota terbesar ketiga di pulau Jawa bagian selatan sehabis Bandung dan Malang menurut jumlah penduduk. Sisi timur ii kabupaten ini dilewati sungai nan terabadikan dalam pelecok satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Surakarta yaitu pewaris Kesultanan Mataram yang dipecah melangkahi Perjanjian Giyanti, puas tahun 1755. Dari Perjanjian Giyanti tersebut, mengakibatkan Kasultanan Mataram dibagi mejadi dua pemerintahan maupun wilayah kekuasaan. Yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Jika berbicara akan halnya Daerah tingkat Surakarta, terbayang jelas karakter dari masyarakat nan subtil dan baik hati. Selain itu situasi yang paling kecil erat kaitanya dengan Daerah tingkat Solo adalah tamadun. Apabila kita telisik lebih mendalam mengenai peradaban Kota Istimewa, ada pelecok satu cirikhas unik nan masih eksis sebatas ketika ini, adalah blangkon. Lembaga mondolan trepes adalah salah satu ciri dari blangkon Surakarta. Blangkon adalah salah suatu bagian dari pakaian adat distingtif Jawa yang digunakan bagi penutup kepala buat pria misal pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin. Awalnya blangkon terbuat dari reja iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar, bertakaran kurang lebih 105 cm x 105 cm. Kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan di kepala dengan cara dan aturan tertentu. Mengenakan iket dengan segala apa aturannya ternyata tidak mudah dan memerlukan hari, maka timbullah gagasan seiring dengan kesuksesan pemikiran orang dan seni kerjakan membuat penutup kepala nan kian praktis, nan kemudian dikenal dengan logo blangkon. Sebelum menjadi blangkon, kain dipakai dengan mandu jingkengan. Blangkon merupakan barang jadi dari iket nan diwiru. Lampau dibulatkan dengan cetakan yang namanya klebut. Kaidah menggunakan blangkon harus diukur lingkung penasihat di atas alis dan kurung di kedua telinganya. Blangkon Spesial dikenal tiba Pakubowono III, setelah terjadinya Perjanjian Giyanti. Sebelum itu blangkon Solo seperti punya bagan seperti mana blangkon Jogja. Pasca- perjanjian Giyanti, ada rotasi kebudayaan lautan yang menyebabkan Pakubuwono III membuat beragam blangkon. Jika Jogja hanya memiliki 1 model blangkon, Tersendiri punya 6 arketipe blangkon. Kerelaan blangkon bagaikan hasil budaya Jawa senyatanya tidak sekedar sebagai apendiks berpakaian sahaja namun memiliki makna yang privat. Blangkon memiliki berbagai motif kain batik, seperti motif gurda, kawung, truntum, wahyu tumurun, sido mukti dan sebagainya. Beragamnya motif blangkon sesuai dengan beragamnya motif kejai batik tradisional di Jawa. Setiap motif memiliki makna dan aturan tertentu dalam pemakaianya. Bilang keberagaman perca menggambar sebagai bahan baku bikin membuat blangkon. Bilang motif blangkon Solo antara lain; motif solo muda maupun motif keprabon, motif kasatrian, motif perbawan, motif dines , motif tempen. Motif tempen digunakan untuk abdi dalem yang diutus ke Loji atau ke maktab karisidenan atau kantor Belanda pada zaman dahulu. Model ini memakai sunduk tunggang-tungging berpunca penyu atau tanduk mahesa. Kemudia suka-suka juga motif wulung kemolo, cacaran moncip ompak, dan yang tertinggi adalah motif modang. Motif modang menggambarkan takhta seseorang. Tulangtulangan stilasi lidah jago merah atau blencong mempunyai arti seseorang sudah memiliki arti pikir/nalar. Banyak spesies modang sesuai dengan peruntukannya. Sebagai contoh modang cangkul yang digunakan ketika masuk ke kraton dan modang stoppres yang digunakan kalau di luar kraton. Pemakaian blangkon disesuaikan menurut adatnya, ibarat blangkon bermotif byur dipakai khusus dengan kain panjangnya/perca jaritannya. Motif wahyu temurun mudahmudahan juga mengaryakan kain jarit wahyu temurun. Orang dapat memakai blangkon modang motif ompak jika merasa sesorang tersebut belum punya “ilmu” nan memadai. Tingkatan di bawahnya terserah tipe wulung kemodo hanya pinggirnya saja. Jika seseorang menganggap dirinya enggak mampu maka blangkon nan dikenakan yakni jenis blangkon wulung. Jika berbicara mengenai blangkon, maka umumnya makhluk akan menyebut blangkon gaya Yogyakarta dan gaya Surakarta. Adapaun perbedaan antara blangkon Yogyakarta dengan blangkon Partikular secara jasmani terletak pada mondolan di belakang blangkon. Dahulu orang Jawa tidak mengenal pangkas bulu baik junjungan-junjungan maupun cewek rambutnya digelung lebih-lebih adv amat baru kemudian ditutup iket bagi janjang rio andap/rio ke bawah. Doang jika rio ke atas memakai iket blangkon dengan cunduk jugkat kadal menek. Ada sekali lagi diversifikasi adu muncung yang biasanya hanya digunakan orang yang dapat memerintah atau mempunyai jabatan. Puas intinya terdapat beberapa putaran yang tentunya n kepunyaan makna yang benar-benar dan rapat persaudaraan hubunganya dengan diri makhluk. Blangkon terdiri berpangkal beberapa bagian, seperti bagian dalam yang disebut congkeng. Lalu di bagian depan disebut wiron yang jumlanya wironya dibuat gangsal. Apabila basyar berwajah elips biasa pakai wiron berjumlah 11, tapi nan berwajah buntak biasanya memakai kili yang jumlahnya 9. Penggalan lainnya adalah waton, tutupan, tampingan, jebeh, kantong mondol, dan tusuk konde jungkat. Di Kota Surakarta terwalak sebuah kampung yang disebut sebagai kampung blangkon, ialah Kampung Potrojayan yang merupakan negeri Kelurahan Serengan, Kecamatan Serengan Daerah tingkat Surakarta. Pembuatan blangkon di kampung ini dipelopori maka dari itu Mbah Joyo seputar hari 70-an nan sebatas waktu ini sudah lalu diteruskan oleh generasi ke-tiga, nan bernama Bapak Wardoyo dan ibu Rusmiyati. Kerelaan pengrajin blangkon di Kampung Potrojayan tidak lepas dari jasa Mbah Joyo. Karena, pengrajin blangkon yang ada sekarang merupakan “petatar” yang pernah bekerja di tempat Mbah Joyo. Proses pembuatan blangkon Pembuatan blangkon melalui berbagai proses, antara lain penyortiran objek motif kain, pengukuran, dan teladan. Bahan kain bakal pembuatan blangkon merupakan perca bermotif menggambar. Setelah ditentukan motif maka pembuatan disesuaikan dengan dimensi sang pemakai. Agar prinsip pemakaiannya praktis maka pembuatannya diatur sedemikian rupa dengan penguat dan pengeras sehingga ketika dilepas tidak terderai. Proses tersebut selesai kurang berpokok 30 menit dan harus dijemur di bawah kilat rawi yang sulit selama 3-4 jam. Proses ragil adalah dijahit agar lebih langgeng. Alat-alat yang digunakan antara lain tang, pencucuk, sepit, congkeng. Sedangkan sasaran yang dibutuhkan berupa jarit, karton, dan lem. Masa ini blangkon mengalami perkembangan dalam peristiwa kreasi corak dan lain hanya digunakan sebagai pakaian adat, melainkan sekali lagi digunakan bak souvenir. Takdirnya sangat digunakan harus sesuai kursi atau pakemnya, saat ini blangkon bisa digunakan oleh siapapun dari lingkaran manapun serta tidak terbujuk dalam acara acara tertentu. Seiring berkembangnya produksi blangkon di Surakarta yang semakin pesat, menerimakan dampak positif kerjakan pengrajin blangkon dari segi perekonomianya. Lega intinya blangkon adalah sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang rapi, sopan dan berseni dari sebuah pengendalian diri nan kuat serta pengendalian diri yang pun berbasis atas kombinasi insan dengan Si Pembuat. Video teaser Blangkon Surakarta Penderma Subiyantoro
Blangkon adalah penutup atau ikat kepala bagi kaum pria. Umumnya blangkon terbuat dari jalinan kain polos atau bermotif batik yang dilipat, dililit kemudian dijahit hingga berbentuk penutup kepala siap pakai. Penggunaan blangkon ini bertujuan sebagai bagian dalam tradisi busana adat jawa, pelindung kepala dari sengatan matahari, sebagai wujud keindahan bagi pemakainya serta menunjukkan martabat atau kedudukan sosial bagi pemiliknya. Anugrah Cisara dalam jurnal berjudul "Blangkon dan Kaum Pria Jawa" menyebutkan, bahwa masyarakat jawa kuno menganggap kepala seorang lelaki mempunyai arti penting. Maka pelindung kepala lelaki amat diutamakan hingga menggunakan blangkon dalam pakaian keseharian dapat dikatakan wajib. Sebelum blangkon berbentuk topi siap pakai seperti yang sering dijumpai saat ini, dahulu blangkon bernama iket yang berwujud kain motif. Di setiap penggunaannya, iket perlu dililit dan dibentuk sedemikian rupa. Seiring perkembangan zaman, kain bermotif tersebut berinovasi menjadi penutup kepala siap pakai serupa dengan topi yang dinamakan blangkon. Penggunaan kata blangkon diambil dari kata blangko, istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai. Sejarah Kemunculan Blangkon Tidak ada catatan pasti akan awal mula masyarakat jawa menggunakan iket atau blangkon sebagai penutup kepala. Iket telah tersebut disebut dalam cerita legenda Aji Saka, pencipta tahun Saka atau tahun Jawa dan aksara Jawa. Dikisahkan sekitar 20 abad yang lalu, Aji Saka berhasil mengalahkan Dewata Cengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutupi seluruh tanah Jawa. Selain itu, beberapa riwayat mengatakan bahwa blangkon merupakan pengaruh budaya Islam yaitu kain sorban. Para pedagang dari Gujarat selalu mengenakan sorban, kain panjang yang dililitkan di kepala. Sorban kemudian menginspirasi orang Jawa memakai ikat kepala seperti mereka. Pada zaman dulu, blangkon hanya boleh dibuat oleh pengrajin dan seniman keraton sesuai dengan aturan pakem yang berlaku. Blangkon dulunya juga digunakan untuk menunjukan status pemakainya. Status seseorang dapat dilihat dari jumlah lilitan, bentuk, dan motif kain pada blangkon yang dipakai. Unsur keindahan dan filosofis sangat diperhatikan dalam pembuatan blangkon. Dalam budaya masyarakat jawa, rambut merupakan bagian terpenting dari tubuh manusia yang disebut dengan istilah Mustoko atau mahkota. Maka penutup kepala yang melindungi rambut perlu diperlakukan secara istimewa. Keistimewaan ini yang membuat orang jawa tempo dulu menganggap bahwa dalam berpakaian adat jawa akan lebih terlihat pantas dan lebih berwibawa apabila pada bagian kepala menggunakan sebuah penutup kepala yaitu blangkon. Dengan memakai Blangkon membuat kaum pria pada waktu itu merasa lebih berwibawa. Kebanyakan orang Jawa dahulu memanjangkan rambutnya namun tidak membiarkannya tergerai acak-acakan begitu saja. Mereka membiarkan rambutnya terurai hanya saat berada di rumah saja atau dalam situasi konflik seperti perang. Saat di luar rumah, pria jawa zaman dahulu memiliki kebiasaan untuk menggelung rambutnya dengan ikatan kain yang saat ujung ikatan kain tersebut diikat di belakang. Kebiasaan ini memiliki makna filosofis berupa peringatan untuk mampu mengendalikan diri. Membuka ikatan kain di belakang kepala atau membuka tutup kepala yang berakibat tergerainya rambut adalah bentuk terakhir luapan emosi yang tak tertahan. Maka, blangkon dapat disebut sebagai wujud pengendalian diri. Detail Bentuk Blangkon dan Maknanya Keindahan blangkon dapat dilihat dari kain batik selebar 105 x 105 cm sebagai bahan dasarnya. Selain itu, sebuah blangkon yang bagus memiliki 17 wiru lipatan yang rapi di kanan kiri sebagai lambang jumlah rakaat shalat dalam sehari. Di bagian belakang blangkon pasti ada 2 ujung kain yang terikat. Satu ujung kain merupakan simbol dari syahadat Tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat Rasul dan terikat menjadi satu bermakna menjadi syahadatain. Mondolan di pasang di belakang kepala dengan makna mencegah manusia dari tidur dan menutup mata. Letak mondolan ini pun diusahakan di tengah dan lurus ke atas, yakni bermakna lurus terhadap sang pencipta. Tidak hanya itu sisa kain di samping mondolan jika dihitung berjumlah 6 yang berarti 6 rukun iman dalam Islam. Tanpa kesabaran dan ketelitian yang besar dari sang seniman, sangat mustahil blangkon tersebut bisa diselesaikan. Secara umum, blangkon dapat dibagi menjadi beberapa jenis gaya yaitu blangkon Jogja dan blangkon Solo. Pada blangkon Jogja terdapat mondolan berbentuk bulat seperti onde-onde di belakang blangkon. Hal ini karena kebiasaan laki-laki Jogja memelihara rambut panjang kemudian diikat ke atas seperti Patih Gajah Mada. Saat menggunakan ikatan kain, rambut tersebut dibungkus dan diikat. Gulungan rambut ini lalu berkembang menjadi mondolan blangkon yang memiliki makna kehati-hatian dan perasaan yang disembunyikan. Tujuannya untuk menjaga perasaan orang lain. Sedangkan, pria Surakarta yang lebih dahulu dekat dengan orang-orang Belanda telah mengenal cara bercukur. Maka pada blangkon gaya surakarta tidak terdapat mondolan di belakangnya trepes. Seiring berkembangnya waktu, blangkon menjadi representasi diri melalui tampilan depan yang rapi, sopan dan berseni. Blangkon juga dapat menjadi identitas dan status sosial di masyarakat. Walaupun perubahan zaman ikut mengubah kebiasaan dan pola pikir masyarakat hingga berdampak pada eksistensi blangkon yang semakin jarang ditemui.
Artikel bahasa jawa tentang sejarah blangkon – Blangkon yaiku tutup sirah ingkang dipunginakaken dening kaum jaler dados kunjukan saking rasukan tradisional Jawi. Blangkon saleresipun bentuk praktis saking ikat ingkang ngrupikaken tutup sirah ingkang dipundamel saking serat. Mboten enten catetan sejarah ingkang saged mertelakaken asal ngugi jaler Jawi ngangge iket utawi penutup sirah niki. Enten masyarakat Jawi jaman riyen, pancen enten setunggal cerios babagan Aji Soko. Lebet cerios niki, kewontenan iket sirah pun sampun kanaman, yaiku kala Aji Soko kedadosan ngawonaken Dewata Cengkar, satiyang buta panguwasa siti Jawi, namung kaliyan nggelar sawarni sorban ingkang saged nutup sedaya siti Jawi. Padahal kados kita sedaya kemangertosi , Aji Soko lajeng dipuntepang dados pencipta uga perumus permulaan taun Jawi ingkang dipunawiti ing 1941 taun ingkang lajeng. Enten sawilangan teori ingkang ngginemaken menawi pangrasukan blangkon ngrupikaken pengaruh saking, budaya Hindu uga Islam ingkang diserap dening tiyang Jawi. Miturut para ahli, tiyang Islam ingkang mlebet datheng Jawi saking kalih etnis yaiku keturuan cina saking Daratan Tiongkok uga para panggramen Gujarat. Waos Ugi Artikel bahasa jawa tentang OLAHRAGA Sepakbola Para panggramen Gujarat niki yaiku tiyang turun Arab, piyambake sedaya salajeng ngengingaken sorban, yaiku sinjang uga wiyar ingkang diikatkan ing sirah piyambake sedaya. Sorban niki ingkang nginspirasi tiyang Jawi konjuk ngangge iket sirah kados dening tiyang turun arab kesebat. Artikel bahasa jawa tentang sejarah blangkon. Enten teori benten ingkang asalipun saking para misepuh ingkang ngginemaken menawi ing jaman riyen, iket sirah mbotena permanen kados sorban ingkang senantiasa diikatkan ing sirah. Nanging kaliyan entenipun masa krisis ekonomi akibat perang, bebed dados setunggal barang ingkang rekaos dipunsaged. Milanipun punika , para panginggil keraton nedha seniman konjuk nyiptake iket ingkang ngginakaken separoh saking biyasanipun konjuk efisiensi mila terciptalah bentuk penutup sirah ingkang permanen kaliyan bebed ingkang langkung irit ingkang kanaman blangkon. Ing jaman riyen, blangkon pancen namung saged dipundamel dening para seniman ahli kaliyan pakem tatanan ingkang baken. Tambah ngebaki pakem ingkang ditetepke, mila blangkon kesebat badhe tambah inggil aosipun. Satiyang ahli kebudayaan nduwe nami Becker nate neliti tata cara pandamelan Blangkon niki, jebulna pandamelan blangkon mbetahaken setunggal khusus. Waos Ugi Carane gawe gethuk nganggo boso jowo Blangkon ing prinsipe kedamel saking bebed iket utawi udeng nduwe bentuk persegi sekawan bujur sangkar. Ukurane udakawis sawiyar 105 cm x 105 cm. Ingkang dipunkanggekaken saleresipun namung separoh bebed kesebat. Ukuran blangkon dipunpendhet saking antawis antawis garis lintang saking kuping tan uga kiwa langkung bathuk uga melaui inggil. Ing umume nomer 48 paling alit uga 59 paling ageng. Blangkon digawe saking beberapa tipe yaiku ngginakaken mondholan, yaiku tonjolan ing kunjukan wingking blangkon ingkang nduwe bentuk kados Onde-onde. Blangkon niki kanaman dados blangkon gaya Yogyakarta. Tonjolan niki nyamangaken model rambut jaler masa punika ingkang asring nangsuli rambut panjang piyambake sedaya ing kunjukan wingking sirah, dadosipun kunjukan kesebat tersembul ing kunjukan wingking blangkon. Lilitan rambut punika kedah kencang supados mboten gampil ucul. Artikel bahasa jawa tentang sejarah blangkon.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Bagi orang Jawa, makna blangkon bukan sekedar sebagai penutup kepala. Blangkon memiliki filosofi, sekaligus merupakan simbol status bagi Kata dan Makna BlangkonIstilah blangkon berasal dari kata blangko’, dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang siap pakai. Sebab awalnya penutup kepala ini memang tidak bisa langsung dipakai begitu saja. Melainkan diikat melalui proses pembuatan simpul yang cukup rumit. Maka dari itu diciptakanlah blangkon, penutup kepala yang siap pakai. Masing-masing daerah memiliki blangkon dengan ciri khas yang berbeda. Tekstur dan motif blangkon gaya Yogyakarta, misalnya, berbeda dari blangkon Jawa Tengah, Solo, ataupun Jawa blangkon Solo dan Jogja, ada perbedaan ciri fisik sekaligus filosofi yang cukup Bentuk dan Makna Blangkon Yogyakarta Blangkon Jogja Blangkon gaya Jogja memiliki mondolan di bagian belakang. Pasalnya, jaman dulu para kaum Adam Jogja cenderung memanjangkan rambut. Sehingga ketika diikat, rambut panjang perlu digelung ke atas dan dibungkus ikatan kain. Kemudian berkembanglah menjadi blangkon yang juga erat kaitannya dengan filosofi orang Jawa yang diharapkan pandai menyimpan rahasia. Tidak mudah membuka aib, baik aib diri sendiri maupun orang lain. Halus dalam berbicara dan bertingkah laku lembut serta berhati-hati sebagai wujud keluhuran budi pekerti. Orang yang bijak akan mampu tersenyum dan tertawa meskipun hatinya menangis. Ia hanya memikirkan bagaimana berbuat baik terhadap sesama, meski diri sendiri menjadi Bentuk dan Makna Blangkon Solo Blangkon Solo Dikarenakan pengaruh Belanda, masyarakat Solo lebih dulu mengenal cukur rambut. Bahkan mengenal jas bernama beskap, yang asal katanya sendiri adalah beschaafd berkebudayaan/ civilized.Blangkon gaya Surakarta tidak memiliki tonjolan di bagian belakang. Melainkan terjalin dengan mengikatkan dua pucuk helai kain di bagian kanan dan kiri. Makna blangkon dalam hal ini adalah sebagai simbol pertemuan antara jagad alit mikrokosmos dengan jagad gedhe makrokosmos. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
deskripsi blangkon dalam bahasa jawa